BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Faktor penting yang mempengaruhi kualitas pendidikan
adalah ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan. Sampai tahun 2009/2010
terdapat sekitar 2,8 juta guru dari jenjang pendidikan pra-sekolah hingga
menengah, baik pada sekolah negeri maupun swasta. Namun jumlah tersebut belum
memadai, karena itu masih diperlukan sekitar 800 ribu guru. Masalah lainnya
adalah masih terdapatnya kesenjangan guru dilihat dari keahliannya. Guru yang
mengajar tidak sesuai dengan bidang keahliannya masih banyak terjadi terutama
pada jenjang sekolah menengah swasta dan Madrasah Aliyah. Kaitannya dengan
kelayakan mengajar guru, data Balitbang (2009) menyebutkan persentase guru yang
tidak layak mengajar masih cukup tinggi, terutama pada jenjang SD yaitu
sekitar 609.217 orang (49,3%) baik pada
sekolah negeri maupun swasta.
Terkait dengan efisiensi
manajemen pendidikan, telah dilakukan rintisan pengembangan dalam bentuk model
desentralisasi pengelolaan pendidikan yang mengarah pada otonomi daerah dalam
pengelolaan pendidikan dan kemandirian sekolah dalam penyelenggaraan
pendidikan. Dalam upaya meningkatkan kinerja pendidikan nasional, telah
dilakukan upaya reformasi secara menyeluruh melalui kebijakan desentralisasi
dan otonomi pendidikan. Pendidikan yang semula menjadi kewenangan pemerintah
pusat kemudian dialihkan menjadi kewenangan pemerintah daerah. Pengelolaan
pendidikan yang menjadi wewenang pemerintah daerah ini dimaksudkan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas manajemen pendidikan, sehingga
diharapkan dapat memperbaiki kinerja pendidikan nasional.
Persoalan pendidikan
sebagaimana diuraikan tersebut, dirasakan hampir oleh setiap daerah
(kabupaten/kota) termasuk Kota Banjar. Kualitas pendidikan memiliki ketergantungan
terhadap banyak faktor misalnya guru, kurikulum, sarana-prasarana, biaya,
sistem pengelolaan, iklim kerja, dan siswa sendiri sebagai peserta didik. Di
antara sekian banyak faktor, guru dinilai mempunyai peran kunci dalam
pencapaian kualitas pendidikan.
Pentingnya pendidikan jasmani
dalam pola pendidikan di Indonesia telah dirumuskan oleh pemerintah berupa
Undang-undang No. 20 tahun 2003. Khusus mengenai kurikulum pendidikan dasar dan
menengah telah dirumuskan pada pasal 42 yang wajib memuat mata-mata pelajaran
sebagai berikut. (1) pendidikan agama, (2) pendidikan kewarganegaraan, (3)
bahasa, (4) matematika, (5) ilmu pengetahuan alam, (6) ilmu pengetahuan sosial,
(7) seni dan budaya, (8) pendidikan jasmani dan Penjas, (9)
keterampilan/kejuruan, dan (10) muatan lokal. Ditetapkannya pendidikan jasmani
dan Penjas sebagai mata pelajaran yang wajib diberikan di sekolah telah
membuktikan pentingnya pendidikan jasmani dan Penjas diajarkan mulai tingkat SD
hingga SLTA. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan jasmani dan Penjas telah
menjadi bagian integral dari keseluruhan pendidikan. Sebagai bagian integral
dari pendidikan secara keseluruhan, pendidikan jasmani merupakan mata pelajaran
yang memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan sumber-daya manusia. Hal
ini juga dikemukakan oleh Rusli Lutan (1999:1), “Nyaring disuarakan upaya untuk
kembali ke asal, pendidikan jasmani merupakan medium pendidikan seseorang yang
bersifat menyeluruh.” Demikian pula halnya dengan pendidikan jasmani di SD yang
menjadi bagian tak terpisahkan dari program pendidikan secara keseluruhan.
Sebagai salah satu aspek pendidikan di SD, pendidikan jasmani bertujuan untuk
mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor melalui aktivitas
jasmani. Tidak ada mata pelajaran lain yang tujuannya bersifat majemuk dan
selengkap pendidikan jasmani.
Jadi, pembelajaran
pendidikan jasmani dan Penjas bertujuan bukan saja perkembangan aspek fisik
tetapi juga aspek mental, sosial dan moral. Sayangnya tujuan yang serba lengkap
tidak sepenuhnya tercapai karena pelaksanaan pendidikan jasmani belum berjalan
secara efektif di tingkat SD. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan,
pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani masih ditangani oleh lulusan SGO. Seharusnya
guru pendidikan jasmani si SD sudah berkualifikasi pendidikan jasmani berstrata
S1 Pendidikan Jasmani PGSD. Dengan kemampuan yang meningkat diharapkan PBM akan
lebih baik.
Kinerja guru Penjas
dalam PBM menjadi salah satu bagian terpenting dalam mendukung terciptanya
proses pendidikan secara efektif terutama dalam membangun sikap disiplin dan
mutu hasil belajar siswa. Namun demikian, manakala guru gagal meminimalkan
perilaku menyimpang yang diperbuat siswa, sering kali membuat guru putus
semangat dan malas dalam mengajar. Hal ini tentunya harus dihindari oleh setiap
guru. Bagi guru yang memiliki kinerja yang tinggi harus mampu menyusun tahapan
belajar siswa untuk dapat belajar dengan menciptakan atmosfir belajar yang
lebih kondusif dan positif.
Masalah guru
merupakan topik yang tidak habis-habisnya dibahas dalam berbagai seminar,
diskusi, dan lokakarya untuk mencari berbagai alternatif pemecahan terhadap
berbagai persoalan yang dihadapi guru dalam menjalankan tugasnya sebagai
pengajar dan pendidik di sekolah. Hal ini disebabkan karena guru, berdasarkan
sejumlah hasil penelitian pendidikan, diyakini sebagai salah satu faktor
dominan yang menentukan tingkat keberhasilan siswa. Terutama dalam melakukan
peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta internalisasi etika dan moral.
Oleh karena itu, tidaklah berlebihan apabila masyarakat memberikan apresiasi
terhadap berbagai persoalan yang muncul dalam wilayah pendidikan.
Hal tersebut
menjadi isu yang amat kritis dalam konteks pendidikan di Sekolah Dasar, yang
dipandang sebagai cerminan kualitas pendidikan masa depan. Guru sebagai sumber
informasi dalam proses pembelajaran, tentunya memiliki tanggung jawab paling
besar dalam upaya mengefektifkan pengajaran pendidikan jasmani. Efektivitas
pembelajaran pendidikan jasmani di SD tercermin dalam keterlibatan siswa selama
dan setelah pembelajaran itu berakhir. Hyland (1990:51) dalam Husdarta
(2009:56) memaparkan, “The essence of
good teaching in physical education is that the kids should enjoy the
experience and choose to continue to participate in activity when school is
over.” Pernyataan tersebut memiliki makna bahwa esensi dari pengajaran
pendidikan jasmani yang baik adalah siswa harus dapat menikmati pengalaman dan
memilih untuk melanjutkan keterlibatannya dalam aktivitas tersebut di luar jam
pelajaran.
Secara profesi
menurut Husdarta (2009:57) guru dituntut dengan sejumlah persyaratan minimal,
yaitu: (1) memiliki kualifikasi pendidikan profesi yang memadai, (2) memiliki
kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuninya, dan (3) mempunyai
etos kerja dan komitmen tinggi terhadap profesinya. Ketiga hal tersebut menjadi
landasan utama dalam menentukan kualifikasi guru dalam konteks pendidikan di
sekolah.
Jadi, kedudukan guru Penjas
dalam proses belajar mengajar khususnya di SD sangatlah sentral. Setiap guru Penjas
di SD perlu mengetahui, memahami, dan menghayati prinsip-prinsip pengelolaan
pembelajaran. Lebih dari itu, keterampilan dan kiat penerapan prinsip-prinsip
Proses Belajar Mengajar (PBM) itu sangat menentukan pencapaian efektivitas
pengajaran pendidikan jasmani. Hyland (1990:51) memaparkan mengenai
karakteristik guru yang berkinerja baik dalam PBM hendaknya mampu melakukan
kegiatan belajar pendidikan jasmani dengan tingkat kesulitan yang sedikit. Selain
itu juga, efektivitas pembelajaran pendidikan jasmani sangat ditentukan oleh
kemahiran guru dalam merumuskan tujuan. Menurut Rusli Lutan (1998:6), “Bagi
kebanyakan guru pendidikan jasmani, perumusan dan penentuan tujuan sering
dianggap memakan waktu.” Dalam PBM, guru harus selalu memperhatikan dan
melaksanakannya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkannya, karena tujuan
memiliki kaitan erat dengan materi, metode, dan evaluasi.
Dikaitkan dengan
tujuan jangka panjang pendidikan jasmani, yaitu agar anak aktif di segala
bidang, maka pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pendidikan jasmani
diharapkan efektif di SD dan mampu menumbuhkan hasrat pada siswa untuk terus
belajar dan mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan di luar jam sekolah dan
kelak dilaksanakan di sepanjang hayatnya.
Kondisi rendahnya
kinerja guru pendidikan jasmani saat ini menjadi satu keprihatinan yang perlu
disikapi dalam konteks pembelajaran, karena dapat berdampak terhadap rendahnya
disiplin dan hasil belajar siswa itu sendiri. Masalah rendahnya kinerja guru
pendidikan jasmani di sekolah dasar telah menjadi pembahasan utama dalam
Kongres dunia pendidikan jasmani di Berlin, Jerman pada tahun 1999. Sebagaimana
yang dipaparkan Rusli Lutan (1999:1) bahwa, “Pendidikan jasmani mengalami
ancaman dan tekanan yang serius dengan berbagai pertanda seperti
dipandang sebagai bidang studi yang dikepinggirkan dan tidak penting bagi
karier”.
Rendahnya kinerja guru tersebut, berdasarkan hasil survai
pada tingkat global lebih disebabkan beberapa indikasi, seperti yang
dikemukakan Rusli Lutan (1999:1) yaitu: “Mulai dari alokasi waktu yang
terbatas, kelangkaan infrastruktur, kualifikasi tenaga yang tidak sesuai, hingga biaya yang sangat
minim.” Untuk menciptakan lingkungan, Husdarta (2009:71) mengemukakan empat
kompetensi guru, yaitu: (a) mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah
laku manusia, (b) mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang
dibinanya, (c) mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat, dan bidang studi yang
dibinanya, dan (d) mempunyai keterampilan mengajar. Lebih lanjut menjelaskan
tiga kompetensi guru pendidikan jasmani yang profesional, yaitu: (a) memiliki
pengetahuan mengenai pendidikan jasmani dan kesehatan, (b) memiliki
keterampilan dalam berbagai cabang Penjas yang akan diajarkan di sekolah, dan
(c) memiliki kemampuan untuk mengelola dan mengevaluasi perilaku siswa ke arah
yang positif untuk meraih keberhasilan dalam belajar.
Berdasarkan uraian tersebut,
dapat disimpulkan bahwa kualitas pendidikan di sekolah dan kualitas belajar
siswa sangat ditentukan oleh kinerja guru dalam proses pembelajaran. Pernyataan
tersebut mengandung makna bahwa efektifitas pembelajaran dapat dicapai ketika
guru dapat melaksanakan tugas dengan penuh tanggungjawab dan bersungguh-sungguh
dan sebaliknya pengajaran di kelas akan tidak efektif jika guru-guru dalam
melaksanakan tugas kurang bertanggungjawab dan kurang bersungguh-sungguh.
Kinerja guru tercermin dari kualitas guru dalam merencanakan pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi hasil belajar, dan melaksanakan
bimbingan dan pelatihan. Jika guru telah melaksanakan tugasnya dengan baik dan
benar, maka proses pembelajaran di kelas akan berlangsung dengan maksimal. Pada
gilirannya akan meningkatkan prestasi belajar siswa sebagai wujud dari kualitas
pendidikan pada tingkat sekolah.
Pengelola pendidikan dituntut
mengerti dan menyadari akan pentingnya kinerja guru dalam proses pendidikan.
Selanjutnya perlu menganalisis faktor-faktor strategis yang mempengaruhi
kinerja guru Penjas, yaitu penghasilan guru dan teknologi
pembelajaran, merupakan sebagian dari sejumlah faktor yang dapat menentukan
kinerja guru Penjas.
Penghasilan guru merupakan
salah satu cermin tingkat kesejahteraannya dan juga merupakan salah satu faktor
yang selalu terkait dengan tinggi rendahnya kinerja guru. Besar kecilnya
penghasilan guru memiliki pengaruh terhadap tingkat pemenuhan kebutuhan
dasarnya. Jika kebutuhan dasar guru tidak terpenuhi dari penghasilan yang
diterimanya maka guru akan mencari pekerjaan lain dengan maksud mendapatkan
tambahan penghasilan, akibatnya pekerjaan pokok guru terlupakan. Kondisi
tersebut tentu saja dapat menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan. Dengan
demikian penghasilan guru dapat berpotensi mempengaruhi kualitas belajar siswa.
Teknologi pembelajaran
merupakan salah satu faktor penting yang dapat menentukan kinerja guru dan
kualitas belajar siswa. Melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek)
terutama teknologi informasi, sekat-sekat kehidupan manusia menjadi sirna.
Dunia seakan-akan menjadi satu (placeless
society), tidak ada lagi yang dapat ditutup-tutupi. Apa yang terjadi di
tempat lain, pada saat yang bersamaan dapat diketahui tanpa harus ada di tempat
kejadian. Teknologi komunikasi telah menolong penyebaran ilmu pengetahuan dan
pengembangan serta pemanfaatannya untuk peningkatan mutu kehidupan. Kemajuan
teknologi komunikasi telah membantu umat manusia mengenal ilmu pengetahuan
dengan lebih mudah, lebih cepat, lebih banyak dan lebih up-to-date. Oleh karena itu, saat ini dan pada masa yang akan
datang teknologi informasi dan
komunikasi sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas belajar siswa.
Dalam masa seperti sekarang
ini, dunia pendidikan termasuk di tingkat sekolah jangan terperangkap pada
persoalan kuantitas saja akan tetapi kualitas pendidikan termasuk sudah menjadi
perhatian utama pembangunan. Atas dasar itulah diperlukan penelitian tentang
kualitas belajar siswa dengan memperhatikan kinerja guru Penjas sebagai faktor utamanya. Selanjutnya, perlu
dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru Penjas
antara lain: penghasilan guru, dan teknologi pembelajaran.
Berdasarkan uraian tersebut,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kinerja guru Penjas
dengan judul: “Pengaruh penghasilan guru dan teknologi pembelajaran terhadap kinerja guru Penjas SD Negeri di Kota Banjar.”
1.2.
Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah
1.2.1.
Identifikasi Masalah
Kualitas belajar siswa sebagai sub sistem
dari kualitas pendidikan secara umum merupakan suatu permasalahan yang sangat
kompleks, mengingat mutu belajar siswa
itu merupakan muara dari seluruh komponen yang tergabung dalam sistem
pembelajaran di sekolah. Oleh
karena itu, kualitas hasil belajar tidaklah ditentukan oleh faktor tunggal,
melainkan terdapat sejumlah faktor yang dapat mempengaruhinya. Faktor-faktor
tersebut antara lain guru, kurikulum, sarana-prasarana, biaya, sistem
pengelolaan, iklim kerja, kesejahteraan dan siswa sendiri sebagai peserta
didik, dan bayak faktor lainnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Sukmadinata
(2006:7) yang menyatakan bahwa:
Proses pendidikan yang
bermutu harus didukung oleh personalia, seperti adminstrator, guru, konselor, dan
tata usaha yang bermutu dan profesional. Hal tersebut didukung pula oleh sarana
dan prasarana pendidikan, fasilitas, media, serta sumber belajar yang memadai,
baik mutu maupun jumlahnya, dan biaya yang mencukupi, manajemen yang tepat,
serta lingkungan yang mendukung.
Dari semua faktor tersebut, guru menempati
posisi sentral, mengingat persoalan pokok dari kualitas hasil belajar berawal
dari proses belajar mengajar. Menurut Sallis (2006:86) “Pada saat sebagian
besar institusi pendidikan dituntut untuk mengerjakan lebih baik lagi, penting
baginya untuk memfokuskan diri pada aktivitas utama yaitu pembelajaran”.
Sejalan dengan pendapat tersebut Ahmad (2006:57), menyatakan bahwa “Dalam
proses belajar mengajar faktor guru sangat menentukan. Gedung yang bagus dan
cantik, megah, laboratorium yang lengkap dan kurikulum yang canggih sama sekali
tidak ada artinya jika tidak ada guru yang berkualitas di depan kelas”. Pernyataan
tersebut, kinerja guru Penjas menjadi variabel
yang berpengaruh langsung terhadap penghasilan guru dan teknologi pembelajaran.
Di samping itu, kinerja guru Penjas dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti: (1) tersedianya peralatan yang cukup; (2) adanya informasi yang baik;
(3) terjadinya komunikasi yang baik; (4) kinerja kepemimpinan; (5) penghasilan
yang mencukupi; (6) pekerjaan yang menantang untuk berkembang; (7) adanya rasa
aman dan tenang (lingkungan). (Indrawijaya; 1988:72).
Berdarakan uraian tersebut, ternyata
dapat diidentifikasikan bahwa kinerja guru Penjas menjadi
variabel pokok yang berpengaruh terhadap penghasilan guru dan teknologi
pembelajaran.
1.2.2. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang penelitian dan identifikasi
masalah tersebut, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yaitu “Bagaimana
pengaruh penghasilan
guru dan teknologi pembelajaran terhadap kinerja guru Penjas SD Negeri di Kota Banjar?” Rumusan masalah penelitian tesebut, dapat dirinci ke dalam beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana gambaran secara
deskriptif tentang penghasilan guru, teknologi pembelajaran dan kinerja guru Penjas SD Negeri di Kota Banjar?
2. Seberapa besar pengaruh penghasilan
guru terhadap kinerja guru Penjas SD Negeri di Kota Banjar?
3. Seberapa besar pengaruh teknologi
pembelajaran terhadap kinerja guru Penjas SD Negeri di Kota Banjar?
4. Seberapa besar pengaruh penghasilan guru dan teknologi
pembelajaran secara simultan terhadap kinerja guru Penjas SD
Negeri di Kota Banjar?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian
ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi tentang pengaruh penghasilan guru dan teknologi
pembelajaran terhadap kinerja guru Penjas SD Negeri
di Kota Banjar. Adapun tujuan khusus
penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Gambaran secara deskriptif penghasilan guru teknologi pembelajaran dan
kinerja guru
Penjas SD Negeri di Kota Banjar.
2.
Penghasilan guru
terhadap kinerja guru Penjas SD Negeri di Kota Banjar.
3.
Teknologi pembelajaran
terhadap kinerja guru Penjas SD Negeri di Kota Banjar.
4.
Penghasilan guru dan teknologi
pembelajaran terhadap kinerja guru Penjas SD Negeri di Kota Banjar
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat secara teoretis dan praktis. Secara teoretis penelitian ini dapat bermanfaat antara lain:
1.
Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat untuk: (1) menguji kembali beberapa teori yang
berhubungan dengan masalah kinerja guru Penjas, penghasilan guru dan teknologi pembelajaran, (2) bahan masukan bagi penelitian lebih lanjut terhadap
objek sejenis atau aspek lainnya yang belum tercakup dalam penelitian ini;
serta (3) pengembangan
khasanah keilmuan yang berhubungan dengan kajian perilaku organisasi secara
lebih luas dan (4) dapat
dijadikan sebagai bahan studi lanjutan yang relevan dan bahan kajian ke arah
pengembangan konsep-konsep pengembangan kinerja guru Penjas yang mendekati
pertimbangan-pertimbangan kontekstual dan konseptual, serta kultur yang
berkembang pada dunia pendidikan dewasa ini.
2.
Manfaat Praktis
Manfaat penelitian secara praktis
diharapkan dapat memiliki kegunaan sebagai berikut.
a.
Bagi
guru, sebagai masukan dan evaluasi penyempurnaan dan perbaikan kinerjanya.
b.
Bagi
kepala sekolah, (1) sebagai
masukan dan evaluasi untuk penyempurnaan dan perbaikan akan kinerjanya, agar
kualitas pendidikan meningkat; (2) untuk
dijadikan pertimbangan secara kontekstual dan konseptual operasional dalam
merumuskan pola pengembangan kinerja guru Penjas yang akan datang.
c. Masukan bagi Dinas Pendidikan
Kota Banjar (1) mengenai materi pengelolaan
penghasilan guru dan memberikan teknologi
pembelajaran pada guru dalam upayanya meningkatkan mutu pendidikan dan
peningkatan kinerja bagi para guru; (2) dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan kinerja guru dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
d. Bahan perbandingan bagi kepala
sekolah dan Dinas Pendidikan Kota Banjar untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kinerja guru Penjas
melalui pengembangan penghasilan guru
dan teknologi pembelajaran.
e. Bagi peneliti, hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai
temuan awal untuk melakukan penelitian lanjut tentang model pengembangan penghasilan
guru dan teknologi pembelajaran pada institusi pendidikan lainnya.